Kesehatan mental semakin diakui sebagai isu penting abad ke-21. Namun, krisis global kesehatan mental sering kali tertutupi oleh perhatian pada masalah fisik. Padahal, dampaknya sama besar, bahkan lebih luas terhadap individu dan masyarakat.
Depresi, kecemasan, dan stres kronis meningkat tajam dalam dua dekade terakhir. WHO memperkirakan 1 dari 4 orang akan mengalami gangguan mental sepanjang hidupnya. Pandemi COVID-19 memperburuk situasi, dengan isolasi sosial dan ketidakpastian ekonomi memicu lonjakan kasus.
Masalah terbesar adalah stigma. Banyak orang enggan mencari bantuan karena takut dianggap lemah atau malu. Di negara berkembang, keterbatasan tenaga profesional memperburuk situasi. Rasio psikiater sangat rendah dibanding kebutuhan populasi.
Kesehatan mental juga punya dampak ekonomi. Produktivitas menurun, angka ketidakhadiran kerja meningkat, dan biaya perawatan kesehatan membengkak. Perusahaan mulai sadar bahwa kesejahteraan mental karyawan sama pentingnya dengan performa kerja.
Beberapa negara mulai mengambil langkah serius. Program konseling di sekolah, kampanye kesadaran publik, hingga penggunaan aplikasi kesehatan mental berbasis AI menjadi solusi modern. Namun, skala masalah jauh lebih besar daripada solusi yang ada.
Generasi muda paling rentan. Tekanan media sosial, ketidakpastian masa depan, dan persaingan kerja yang ketat membuat mereka mengalami stres berlebihan. Jika dibiarkan, generasi ini bisa tumbuh dengan beban mental yang berat.
Kesehatan mental adalah fondasi kesejahteraan masyarakat. Mengabaikannya berarti mengorbankan kualitas hidup generasi mendatang.
Sudah saatnya dunia menempatkan kesehatan mental sejajar dengan kesehatan fisik dalam agenda global.